KONSEP IMAN
ALIRAN KHAWARIJ DAN ALIRAN MURJI’AH
Iman
secara bahasa adalah percaya atau yakin. Sedangkan menurut istilah adalah
membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan
anggota badan. Pengertian iman diatas sudah kita ketahui sejak duduk di bangku
sekolah dasar dulu. Akan tetapi implementasi yang hakiki belum dapat kita
wujudkan di kehidupan nyata ini. Biasanya orang dikatakan islam apabila dia
mengimani rukun iman dan melaksanakan rukun islam. Sedangkan apabila kita
dihadapkan dengan suatu keadaan dimana seseorang tersebut mengaku islam
sedangkan dia tidak beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad, atau dia mengaku
islam tetapi tidak pernah melaksanakan rukun islam atau juga sebaliknya dia beriman
tetapi dia bukan islam. Persoalan-persoalan diatas sebenarnya muncul karena ada
banyak sekali konsep islam dan khususnya konsep iman yang masing-masing
individu berbeda dalam penafsirannya. Dan semakin banyak penafsiran iman tersebut
akan semakin mengkerucut menuju suatu titik kesamaan. Seperti halnya kunci
dikotomi semakin rinci kita menyebutkan ciri-cirinya semakin mudah kita
menemukan atau menentukan jenisnya. Kembali tentang konsep iman, bahwasannya
dewasa ini telah muncul banyak sekali faham-faham atau aliran yang berbeda
pendapat mengenai masalah-masalah akidah (teologi).
Perbedaan
konsep diatas terjadi seiring dengan adanya perpecahan diantara kaum muslimin.
Hal ini sudah dirasakan sejak zaman Nabi Muhammad SAW, dan mengalami kemajuan
yang sangat pesat ketika khalifah Utsman bin Affan wafat. Perebutan siapa yang
berhak menggantikan kedudukan khalifah ini berkembang menjadi persoalan
teologis yang sangat sensitif. Ketidakrelaan keluarga Utsman yang harus melihat
kenyataan bahwa Utsman dibunuh dengan tragis dan disisi lain pergantian tampuk
kepemimpinan oleh Ali bin Abi Thalib menimbulkan banyak kerugiaan bagi keluarga
Utsman dikarenakan banyak para gubernur yang diangkat oleh Ustman diberhentikan
dari masa jabatannya oleh Ali dikarenakan tidak kompeten dan tidak layak.
Diantara aliran yang muncul adalah aliran Khawarij dan aliran Murji’ah.
Apa itu Aliran
Khawarij?
Khawarij berasal dari kata kerja “kharaja” (telah keluar), dan mereka
disebut Khawarij ialah karena mereka telah keluar dari golongan Ali ra.,
padahal tadinya mereka adalah sebagian dari pengikut-pengikutnya. Mereka
sendiri menyebut diri mereka dengan “Syurah”
(pembeli), yang berarti bahwa mereka membeli kehidupan akhirat dengan kehidupan
duniawi. Arti ini sama dengan pengertian yang di atas, bahwa mereka
mempertaruhkan kehidupan dunia untuk kepentingan kehidupan akhirat kelak.
Selain itu, mereka juga disebut Haruuriyah, yaitu dinisbahkan kepada perkataan
“Haruura”, ialah nama sebuah tempat
di Sungai Furat di dekat kota Riqqah, yang mana mereka bertempat tinggal
sesudah Ali ra. kembali beserta pasukannya dari Shiffin, lantaran mereka tidak
mau memasuki kota Kufah. Nama lain yang juga dipakaikan kepada golongan ini
ialah “Muhakkimah”, artinya mereka
adalah orang-orang yang berpendapat bahwa “tidak ada hukum selain dari Allah”.[1]
Sejarah munculnya aliran khawarij
pada masing-masing sumber sangat berbeda. Artinya terjadi perbedaan antara
sumber satu dengan yang lainnya. Akan tetapi sejarah memang cenderung subyektif
kepada siapa penulis mendapatkan sumber dan menggali informasi. Masih ingatkah
kita tentang salah satu tokoh proklamasi bangsa Indonesia yaitu Ir. Soekarno yang
dalam pidatonya menyebutkan “Jas Merah”
artinya jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Karena sejarahlah yang
melandasari terbentuknya falsafah, ajaran, dan ciri khas suatu negara. Menurut
hemat saya bahwa sejarah dapat dimanipulasi sedangkan jejak itu tidak dapat. Hal ini dapat dianalogikan dengan sejarah
munculnya faham Khawarij. Terdapat banyak versi, tergantung apa faham yang
dianut penulis maka dia akan cenderung sesuai dengan fikiran dan pemahamannya.
Dibalik itu semua tetap saja pada intinya munculnya faham khawarij dikarenakan
ketidakpuasan golongan Ali ra. terhadap keputusan Ali untuk menerima arbitrase
yang diajukan oleh Mu’awiyyah dan golongannya. Karena sedemikian kecewanya
mereka terhadap keputusan Ali tersebut sehingga mereka menyatakan keluar dari
golongan pendukung Ali ra.. Selangkah lagi Ali ra.sudah akan menggenggam
kemenangan yang gemilang, akan tetapi dengan adanya arbitrase tersebut
angan-angan itu semakin pudar. Semua kesalahan di tujukan kepada Ali ra. sebgai
pemimpin yang lemah dan tidak tegas terhadap kepemimpinannya dan musuhnya.
Padahal
kenyataannya Ali sendiri ingin menang dalam peperangan dengan Mu’awiyah, akan
tetapi desakan sebagian pengikutnya misalnya saja para qurra’ (pembaca) dan huffaz
(penghafal), diputuskanlah untuk mengadakan arbitrase (tahkim). Sebagai respon Ali terhadap Mu’awiyah yang mengangkat
mushaf Al-qur’an di atas ujung pedangnya. Sebagai hakim untuk penengah,
diangkat dua orang, dari pihak Ali ra. mengutus Abu Musa al-Asy’ari yang
sebenarnya Ali tidak respek dikarenakan Abu Musa pernah menghianati Ali dan
termasuk orang yang munafiq.dan dari pihak Mu’awiyah mengirimkan Amr bin Ash
yang licik dan ahli siasat. Keduanya berunding dan mendapat kesimpulan bahwa
Ali dan mu’awiyah itu tidak berhak keduanya menjadi khalifah setelah Ustman
wafat. Ali diputuskan untuk menanggalkan kedudukan khalifahnya. Dan Mu’awaiyah
juga tidak diperkenankan untuk menduduki posisi tersebut. Karena kelicikan Amr
bin Ash maka pengemumuman pengunduran Ali disampaikan terlebih dahulu oleh Abu
Musa dan Amr bin Ash memberikan pengumuman kedua yaitu di menerima pengunduran
Ali atas jabatannnya dan tidak menyatakan bahwa Mu’awiyah tidak boleh menduduki
posisi khalifah tersebut. Hal ini sangat menguntungkan pihak Mu’awiyah.
Asal
mula gerakan Khawarij ini adalah hanya sebatas urusan politik akan tetapi
merambah kedalam urusan teologis atau keagamaan. Orang Khawarij kebanyakan
adalah orang Arabia badui yang memiliki karakteristik keras, mudah emosi,
berfikir tanpa perhitungan, tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu tanpa berfikir
panjang. Semua karakter tersebut memang sesuai dengan letak geografis mereka
tinggal yaitu ditempat yang panas dan gersang. Antara orang yang satu dengan
orang yang lain pasti ada perbedaan dan ketiak sepahaman, sehingga hal kecil
saja akan mudah sekali memecah belah mereka. Salah satu contohnya terbentukya
golongan-golongan dalam aliran Khawarij. Golongan-golongan tersebut berbeda
pandangan salah satunya konsep iman. Namun memang ajaran pokok aliran Khawarij
adalah khilafah, dosa, dan iman. Dan untuk lebih jelasnya tentang konsep iman
aliran Khawarij akan dijelaskan di paragraf yang selanjutnya.
Bagaimana konsep
iman dalam aliran Khawarij?
Menurut Khawarij iman tidak hanya
membenarkan dalam hati dan diucapkan dengan lisan saja, tetapi amal ibadah juga
termasuk dalam bagian iman. Barangsiapa tidak melaksanakan ibadah seperti
shalat, puasa, zakat, haji bagi yang mampu maka kafirlah dia. Disini nanti akan
dijelaskan beberapa pendapat mengenai konsep iman dari beberapa golongan
Khawarij.
Salah
satunya adalah golongan An- Najdat adalah pengikut Najdah ibnu Amir al-Hanafi
dari Yamamah. Bagi golongan ini, keimanan dan keislaman seseorang ditentukan
oleh kewajiban mengimani Allah dan Rasul-Rasul-Nya, mengetahui haram hukumnya
membunuh orang Islam dan percaya pada seluruh yang diwahyukan Allah kepada
Rasul-Nya. Orang-orang yang tidak perduli terhadap hal tersebut tidak beriman
dan tidak dapat diampuni. Tetapi siapakah yang beriman itu? Yang benar-benar
beriman adalah mereka sendiri. Orang-orang Islam yang tidak termasuk
golongan mereka dinyatakan bukan
termasuk dalam Islam. Ini sama halnya dengan para pendukung Abdurrahman Ibnu
Muljam (pembunuh Ali). Pokoknya, kecuali golongan mereka, semuanya musyrik dan
harus dibunuh. Yang tergolong beriman dan Islam adalah mereka sendiri dengan
para pendukungnya. Iman adalah pengakuan dengan lisan serta perbuatan. Secara
khusus yang menentukan di dalam keislaman adalah hijrah. Golongan mereka
sendiri yang tidak bersedia hijrah dalam rangka perjuangan, dianggap menjadi
kafir musyrik.[2]
Orang mukmin yang banyak melakukan dosa besar misalnya saja berzina, membunuh,
merampas harta anak yatim, durhaka terhadap kedua orang tua dll adalah kafir
dan telah keluar dari islam sehingga halal untuk dibunuh. Karena itu Khawarij
memaknai iman sebagai amal shalih. Jadi seorang mukmin itu orang yang melakukan
amal shalih dan meninggalkan dosa besar. Apabila melakukan dosa besar maka
diangggap tidak beriman dan itu termasuk kafir sehingga membunuhnya adalah
halal (diperbolehkan). Itulah konsep iman menurut ajaran Khawarij.
Aliran yang akan dibahas selanjutnya
adalah aliran Murji’ah. Apa dan bagaimana konsep iman aliran Murji’ah ini akan
dijelaskan dibawah ini.
Aliran Murji’ah, asal kata Murji’ah
dari arja’a yang mempunyai beberapa pengertian, yakni menunda atau
mengembalikan segala perbuatan yang dilakukan seseorang itu baik buruknya semua
dikembalikan kepada Allah SWT. Apabila akan diberi pahala atau dossa itu
terserah Allah SWT. Pengertian kedua yaitu bahwa orang yang melakukan dosa
besar tidak langsung dihukumi kafir melainkan tetap mukmin dan masih ada
peluang dan harapan untuk mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Pengertian
selanjutnya adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT dalam persoalan
siapa yang benar dan siapa yang salah. Yang lebih ekstrimlagi adalah bahwa
segala perbuatan baik burukitu tidak penting sama sekali, selama masih ada iman
dalam hati.
Aliran ini muncul sama seperti
aliran Khawarij yaitu gejolak politik masa Utsman bin Affan dan meluas sampai
pertempuran antara Ali ra. dengan mu’awiyah. Aliran Murji’ah tidak membela
antara Ali ataupun Mu’awiyah akan tetapi besifat netral dan tidak mau ikut
campur dalam pertentangan dan permusuhan tersebut. Semua persoalan antara
keduanya menurut kaum Murji’ah ini ditangguhkan dan akan di adili sendiri oleh
Allah Maha Adil. Mereka tidak mudah mengatakan seseorang kafir seperti kaum
Khawarij. Dan juga tidak memerangi atau memusuhi Bani Umayyah dan Ali ra.
karena setiap dosa bagaimanapun besarnya tidak membuatnya keluar dari iman, dan
selama manusia itu memiliki iman di hatinya maka tidak boleh dibunuh atau
diperangi. Sama halnya dengan orang yang melakukan dosa besar apabila dalam
hatinya masih ada iman dan kalimat Syahadat maka haram untuk dibunuh dan masih
ada pengharapan untuk diampuni dosanya oleh Allah dan bisa saja dimasukkan ke
dalam surga. Berbeda dengan Khawarij, aliran Murji’ah lebih mengutamakan iman
daripada amal perbuatan. Amal perbuatan tersebut di nomor duakan.
Sama halnya dengan aliran Khawarij
yang terbagi dalam beberapa golongan, aliran Murji’ah juga terbagi dalam
beberapa golongan. Diantara golongan-golongan tersebut adalah[3]:
1.golongan Yunusiah, yang berpendapat bahwa iman itu adalah ma’rifah kepada
Allah SWT, tunduk dan cinta dalam hati secara yakin. Seseorang yang berbuat
maksiat atau pekerjaan jahat tidaklah merusak iman. 2. Golongan Ghassaniah yang
menyatakan bahwa iman itu adalah ikrar atau mencintai dan membersihkan. Iman
tidak berkurang atau berlebih. Dalam pada itu, masalah-masalah di luar iman,
tidaklah mempengaruhi kepada iman, seperti dicontohkan “Tuhan mewajibkan naik
haji, tapi saya tidak tahu apakah Ka’bah itu di India atau di negara
lain.”orang yang seperti itu tetap saja mukmin dan bukan kafir. 3.Golongan
Tsaubaniah, yang berpendapat bahwa iman adlah ma’rifah / ikrar atas Allah dan Rasul-Nya. Masalah amal bagi
golongan ini merupakan soal kedua saja. Iman tidak akan membawa seseorang
kedalam kekufuran. Apabila seseorag itu menyembah matahari atau bulan pada
dasarnya bukan kafir tetapi hanya mengandung benih kekafiran.
Jelas
sekali terjadi perbedaan antara aliran Khawarij dengan aliran Murji’ah mengenai
konsep iman. Pokok pikiran aliran Murji’ah mengenai iman adalah mengenal Tuhan
dan Rasul-rasulnya dan sudah mengucapkan kalimat Syahadat dengan lisan. Orang beriman
dalam hatinya bila berbuat dosa besar tersebut masih tetap mukmin. Orang
beriman bila ia berbuat dosa besar, maka hukuman nya ditangguhkan dan menunggu
sampai menghadap Allah pada hari kiamat kelak. Dan walaupun dia mengimani
berhala, menghina al-Qur’an dan sebagainya tetap beriman dan hanya didalam
dirinya terdapat benih-benih kekafiran.
Kesimpulan dari aliran Murji’ah
mengenai konsep iman adalah selama seseorang dalam hatinya beriman dan ada iman
serta kalimat Syahadat masih tertancap tidak perlu lagi memperhatikan perbuatan
atau amal. Karena yang terpenting iman, selama orang beriman walaupun orang
tersebut tingkah laku atau amalnya tidak mencerminkan oranga beriman dan banyak
sekali melakukan dosa besar. Masih ada Allah SWT yang bisa dimintai ampunan dan
taubat. Untuk masalah benar-salah, surga-neraka, baik-buruk semua diserahkan
pada Allah SWT. Tidak ada ikut campur manusia dalam hal tersebut. Aliran
Murji’ah tidak mudah mengkafirkan hanya saja semua perbuatan baik buruk , benar
salah, surga neraka, pahala dan dosa semua dikembalikan kepada Allah. Manusia
tidak berhak menjatuhkan hukuman. Dan hali ini terlihat sekali dengan
penyikapan terhadap peristiwa Ali dan Mu’awiyah dimana aliran Murji’ah bersifat
netral dan tidak mau ikut campur dalam pertentangan dan permusuhan tersebut.
Mereka tidak bisa menentukan sikap.
Sedangkan aliran Khawarij mengenai
konsep iman adalah iman tidak hanya membenarkan dalam hati dan diucapkan dengan
lisan saja, tetapi amal ibadah juga termasuk dalam bagian iman. Barangsiapa
tidak melaksanakan ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji bagi yang mampu
maka kafirlah dia. Salah satu pendapat mengenai konsep iman menurut golongan An- Najdat adalah pengikut Najdah
ibnu Amir al-Hanafi dari Yamamah. Bagi golongan ini, keimanan dan keislaman
seseorang ditentukan oleh kewajiban mengimani Allah dan Rasul-Rasul-Nya,
mengetahui haram hukumnya membunuh orang Islam dan percaya pada seluruh yang
diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya. Orang-orang yang tidak perduli terhadap hal
tersebut tidak beriman dan tidak dapat diampuni. Tetapi siapakah yang beriman
itu? Yang benar-benar beriman adalah mereka sendiri. Orang-orang Islam yang
tidak termasuk golongan mereka
dinyatakan bukan termasuk dalam Islam. Aliran ini lebih percaya diri dalam
bersikap artinya mereka berani mengeluarkan pendapat bahwa perbuatan atau orang
ini kafir, masuk neraka, berhak dibunuh dan sebagainya. Sikap terhadap
peristiwa peperangan antara Mu’awiyah dan Ali sangat tegas bahwa keduanya telah
mengingkari hukum Allah karena melakukan arbitrase bukan kembali kepada
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sebagaimana semboyan mereka yaitu” tidak ada hukum kecuali dari Allah”.
Mereka bersikap tegas, ini terlihat ketika Ali berpidato maka kaum khawarij
mengganggunya dengan membikin keonaran dan meneriaakkan semboyan mereka. Begitu juga ketika Mu’awiyah berpidato mereka
akan melakukan hal yang sama seperti ketika Ali berpidato.
[1]
Nasir,Sahilun A. 2010. Pemikiran Kalam
(Teologi Islam) : Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya. Jakarta:Rajawali
Press
[2] Mansur,
Laily. 1994. Pemikiran Kalam dalam Islam.
Jakarta diterbitkan oleh PT Pustaka Firdaus halaman 31
[3] Mansur,
Laily. 1994. Pemikiran Kalam dalam Islam.
Jakarta diterbitkan oleh PT Pustaka Firdaus halaman 34-5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar