LAPORAN
STUDI LAPANGAN
MATA KULIAH
TAKSONOMI TUMBUHAN RENDAH
KEANEKARAGAMAN FUNGI, LUMUT, DAN LICHEN DI
CANGAR KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA R. SOERYO
Dosen Pengampu
1.
Drs.
Sulisetijono, M.Si
2.
Ainun
Nikmati Laily,M.Si
Oleh
KELOMPOK 05:
Moh. Nur
Hassan (11620060)
Siti
Mutmainah (11620041)
Risalatul
Munawwaroh(11620053)
Miftakhur
Rohman (11620059)
Arsinta
Sulistyorini (11620077)
JURUSAN
BIOLOGI
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAMNEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang cukup banyak, baik flora
maupun fauna. Kita boleh berbangga dengan kekayaan tumbuhan yang tidak dimiliki
negara lain. Akan tetapi lebih kurang 30.000 sampai 40.000 jenis tumbuhan yang
tersebar dari Aceh sampai Papua, dari daratan rendah hingga dataran tinggi dari
daerah tropik hingga daerah sejuk, jenis-jenis tumbuhan di Indonesia sangat
banyak. Oleh Endert, seorang pakar tumbuh-tumbuhan Belanda yang pernah bekerja
di Indonesia ditaksir ada kira-kira 4.000 jenis tumbuhan yang belum kita kenal
semua, baik namanya maupun sifatnya (Indah, 2009).
Beragamnya mahkluk
hidup yang ada di bumi ini yang ditunjukkan dengan adanya variasi bentuk,
penampilan serta ciri-ciri yang lainnya, maka mendorong para ilmuan maupun
pihak yang mengkaji ilmu Biologi tertarik untuk menelitinya.
Seperti yang disebutkan di dalam al-Quran surat As-Syu’araa’ ayat 7, yang
berbunyi:
öNs9urr& (#÷rtt n<Î) ÇÚöF{$# öx. $oY÷Gu;Rr& $pkÏù `ÏB Èe@ä. 8l÷ry AOÍx. ÇÐÈ
Artinya: “. . dan Apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami
tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?” (QS. As-Syu’araa’: 7)
Dari ayat di atas dapat di
ketahui bahwa Allah SWT telah menciptakan bermacam-macam tumbuhan. Baik
tumbuhan tingkat tinggi maupun tumbuhan tingkat rendah, termasuk yang tersebar
di seluruh wilayah Indonesia.
Akan tetapi, dalam kesempatan
ini dilaksanakan pengamatan dan pengidentifikasian terhadap tumbuhan tingkat
rendah berupa lichen, lumut (bryophyta), dan jamur (fungi) yang dilaksanakan di
daerah kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soeryo Cangar Batu Malang. Karena
kawasan tersebut dikenal kondisi lingkungannya yang sangat bagus, sehingga
mendukung terhadap banyaknya keanekaragaman tumbuhan tingkat rendah dan
diharapkan dapat memenuhi sebagai bahan studi lapangan mata kuliah Taksonomi
Tumbuhan Tingkat Rendah
1.2 Tujuan
Tujuan dari dilaksanakannya studi lapangan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui keanekaragaman spesies lichen,
lumut (bryophyta), dan jamur (fungi) yang berhabitat di daerah kawasan Taman
Hutan Raya (Tahura) R. Soeryo Cangar Batu Malang.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri dari jenis-jenis
lichen, lumut (bryophyta), dan jamur (fungi) yang berhabitat di daerah kawasan
Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soeryo Cangar Batu Malang.
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari jenis-jenis
lichen, lumut (bryophyta), dan jamur (fungi) yang berhabitat di daerah kawasan
Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soeryo Cangar Batu Malang.
1.3 Manfaat
Hasil dari studi lapangan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Menambah informasi dan ilmu pengetahuan tentang
lichen, lumut (bryophyta), dan jamur (fungi).
2. Dapat mengetahui secara kontekstual di lapangan,
bukan secara tekstual di bangku kuliah saja.
3. Sebagai bahan studi lanjut (bahan ajar) untuk
pembelajaran mata kuliah Taksonomi Tumbuhan Tingkat Rendah mengenai lichen,
lumut (bryophyta), dan jamur (fungi).
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Waktu dan Tempat
Studi lapangan ini dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 02 Desember 2012
yang bertempat di daerah kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) R.Soeryo Cangar Batu
Malang.
2.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan sebagai penunjang dalam studi lapangan ini
adalah:
1. Alat tulis
2. Alat dokumentasi (kamera digital dan handycam)
3. Kantong plastik
4. Buku identifikasi
2.3 Cara Kerja
Langkah-langlah kerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Dicari lichen, lumut (bryophyta), dan jamur
(fungi) dengan menusuri jalan di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) R.Soeryo
Cangar Batu Malang.
2.
Diambil gambar lichen, lumut (bryophyta), dan
jamur (fungi) dengan kamera digital pada setiap spesies yang ditemukan.
3.
Dimasukkan hasil temuan ke dalam kantong plastik
(cuma beberapa saja, demi menjaga kelestarian).
4.
Setelah sampai di laboratorium, dilakukan
pengamatan dan dicatat ciri-cirinya secara kelompok.
5.
Dibedakan berdasarkan spesies masing-masing,
diklasifikasi kemudian dideskripsikan.
6.
Dibagi setiap kelompok untuk dibahas di dalam
laporan hasil studi lapangan.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan studi lapangan di kawasan
Taman Hutan Raya (Tahura) R.Soeryo Cangar Batu Malang oleh mahasiswa Jurusan
Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang, maka dari sekian banyak spesies lichen, lumut (bryophyta), dan
jamur (fungi) yang ditemukan dibagi kepada masing-masing kelompok. Sehingga
dalam hal ini, hanya dibahas dari hasil pembagian saat identifikasi. Adapun
spesies yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
A. Lichen
1.
Usnea barbata
a. Gambar
Gambar Hasil Pengamatan
|
Gambar Literatur
|
|||
|
(Yurnaliza, 2002)
|
|||
Keterangan:
1.
Thallus
2.
Substrat
|
b. Klasifikasi
Klasifikasi dari Usnea barbata adalah (KKP, 2010):
Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Kelas : Lecanoromycetes
Ordo : Lecanorales
Famili : Parmaliaceae
Genus : Usnea
Spesies : Usnea barbata
c. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan dan identifikasi, spesies ini berwarna
abu-abu, seperti semak, seperti
silinder rata atau seperti pita dengan beberapa bagian menempel pada bagian dasar atau
permukaan. Thallus bervariasi, ada yang pendek dan panjang, rata,
silindris atau seperti janggut atau benang yang menggantung atau
berdiri tegak.
Kata Latin barbata berarti
jenggot. Tubuh buah jamur ascomycetes ini berbentuk mirip jenggot, karenannya
disbut liken jenggot. Penduduk lokal kerap mengenalnya sebagai kayu angin.
faktanya, bukan kayu melainkan jamur. Sebenarnya jamur ini tumbuh secara koloni
dengan tubuh buah berbentuk fruktikosa yang berubah batang bercabang dengan
warna hijau tua atau hijau muda. Warna hijau ini berasal dari alga hijau yang
menjadi simbionnya. Ketika alga hijau tumbuh kurang subur, warna tubuh buah
liken ini menjadi agak kelabu (Yurnaliza, 2002).
Di Indonesia, liken
jenggot banyak tumbuh didaerah pegunungan pada ketinggian diatas 1000 m. Umunya
jamur ini tumbuh pada batang tanaman, hidup secara epifit (Suhono, 2012).
Perkembangbiakan dapat
dilakukan secara seksual dan aseksual. Secara seksual dengan apothesia yang
tumbuh pada ujung tubuh buah. Di dalam apothesia terdapat askupora yang berisi
spora. Perkembangbiakan secar aseksual dilakukan dengan potongan atau pemutusan
bagian tubuh buah yang terpisah. Tubuh buah ini kemudian tumbuh menjadi
individu baru dan mengeluarkan banyak tubuh buah berupa batang-batang-batang
kecil bercabang (Suhono, 2012).
Secara tradisional, jenis
liken ini di mnfaatkan sebagai bahan obat, antara lain untuk mengobati diare,
disentri dan pegel linu. Liken ini juga digunakan sebagi anti biotik dan anti
jamur pada luka dan pembekakan, serta mengatasi infeksi paru-paru dan TBC (Suhono, 2012).
Liken jenggot juga dapat
di manfaatkan untuk mengobati ikan yang terserang jamur di akuarium, yaitu
dengan merendam liken ini di dalamnya. Pada liken jenggot terdapat asam usnik
(C18H16O7) dalam konsentrasi tinggi, juga
vitamin C. Dari liken ini telah dibuat dengan nama Lipokinetix, digunakan untuk
meningkat metabolisme dan menjaga kesetabilan tubuh (Suhono, 2012).
2.
Physcia sp.
a.
Gambar
Gambar Hasil Pengamatan
|
Gambar Literatur
|
|||
|
(Yurnaliza, 2002)
|
|||
Keterangan:
1.
Thallus
2.
Substrat
|
b.
Klasifikasi
Klasifikasi Physcia sp. sebagai berikut (Chang, 1978):
Kingdom: Fungi
Divisi: Lichenes
Kelas: Ascholicenes
Ordo: lecanorales
Family: Physciaceae
Genus: Physcia
Spesies: Physcia
sp.
c. Pembahasan
Berdasarkan pengaatan yang telah dilakukan pada salah satu pohan di Cangar
terdapat lumut kerak, diketahui ciri-cirinya sebagai berikut: lichen menempel
sebagian pada permukaan pohon, talusnya berbentuk membran berwarna hijau
keabuan. Setelah di identifikasi berdasarkan ciri-ciri di atas, maka diketahui
jenis lichen ini adalah Physcia sp. Dan menurut bentuknya termasuk foliose.
Menurut Kurniawan (2009) lichen foliose
memiliki struktur seperti daun yang terstruktur dan tersusun oleh lobus-lobus. Lichen
ini relatif lebih longgar melekat pada substratnya. Talusnya datar, lebar,
banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Bagian permukaan atas dan
bawah berbeda. Lichen ini melekat pada batu, ranting dengan rhizenes. Rhizenes
juga berfungsi sebagai alat untuk mengabsorpsi makanan. Contoh: Xantoria,
Physcia, Parmelia, dan lain-lain.
Lumur kerak ini juga
penyusunnya dari alga hijau dan jamur ascomycetes, talusnya berbentuk foliose,
berwarna abu-abu, percabangannya lebih halus dari Pamelia yang hampir lekat
dengan substrat dan agak membundar sehingga Physcia sp. ini sering dikira bertalus crustose,
biasanya banyak pada kulit pepohonan (Bold.1987).
3.
Grapis sp.
a.
Gambar
Gambar Hasil Pengamatan
|
Gambar Literatur
|
||||
|
(Yurnaliza, 2002)
|
||||
Keterangan:
1.
Thallus 2. Substrat
|
b.
Klasifikasi
Berikut ini merupakan klasifikasi dari Grapis sp. menurut Chang (1978):
Kingdom: Fungi
Divisi: Lichenes
Kelas: Piscolichenes
Ordo: Graphidales
Famili: Graphidaceae
Genus: Graphis
Spesies: Graphis sp
c.
Pembahasan
Berdasarkan pengamatan
yang dilakukan terhadap lumut kerak yang menempel pada salah satu pohon di
Cangar dengan ciri-ciri seperti : lichen menempel seluruhnya pada permukaan
pohon, berwarna putih keabuan dengan tepi berwarna putih. Jika diraba permukaan
lichen terasa halus dan kaku. Setelah di identifikasi jenis lichen ini adalah Graphis
sp. Dan menurut bentuknya termasuk crustose.
Menurut literatur yang
menyebutkan bahwa lumut kerak (Graphis sp) berbentuk talus, menyerupai
permukaan batang kayu dan tipis. Permukaannya halus. Dan bagian pusat terdapat
apotechium yang berfungsi untuk memperluas permukaan(Chang.1978).
Liken ini merupakan
gabungan yang didalamnya terjalin sel-sel alga dan keduanya saling bersimbiosis
mutualisme. Lichen ini hidup pada substrat atau tempat dimana organisme lain
tidak dapat hidup. Hidupnya epifit pada pepohonan. Namun juga dapat tumbuh di
atas tanah terutama di daerah tundra. Lichen juga dapat ditemukan di tepi
pantai sampai di atas gunung-gunung yang tinggi. Pada beberapa jenis dapat
masuk pada bagian tepi batu-batu, oleh karenanya disebut bersifat endolistik.
Lichen dapat dikatagoriken sebagai organisme perintis yang bahkan mampu hidup
di atas batu. Lichen tersebut melakukan pelapukan yang dimilikinya. Lichen juga
dapat digunakan sebagai indikator pencemaran udara, karena tidak dapat hidup
pada kondisi tercemar (Chang.1987).
Lichen dapat dimanfaatkan pula sebagai obat,
digunakan sebagai penambah rasa dan aroma, serta pigmen yang dihasilkan dapat
pula dibuat sebagai kertas lakmus celup yang menentukan derajat keasaman (pH) (Chang, 1987).
B. Lumut (Bryophyta)
1. Polytrichum sp.
Keterangan:
1. Rhizoid
2. Thalus
3. Kapsula
4. Seta
|
(Muspiroh,
2010)
|
a.
Gambar
b.
Klasifikasi
Klasifikasi Polytrichum sp. menurut Muspiroh (2010) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Bryophyta
Kelas : Bryopsida
Bangsa : Polytricales
Suku : Polytrichaceae
Marga : Polytrichum
Spesies: Polytrichum sp.
c. Pembahasan
Pengamatan yang
dilakukan tentang lumut daun spesies Polytrichum
sp. dapat dilihat secara kasat mata bagian-bagiannya yaitu bagian bawah
yang menyerupai akar disebut rhizoid, bagian yang menyerupai daun disebut
thalus, terdapat kapsula yang berwarna kuning kecoklatan dan tangkai tempat
kapsula berada disebut seta. Polytrichum sp.
ini ditemui menempel pada batang pohon yang besar dengan keadaan yang cukup
lembab, menggerombol sangat banyak sekali.
Menurut Setyawan
(2000), menyatakan bahwa salah satu anggota kelas Bryidae yang sangat terkenal
adalah genus Polytrichum disamping Mnium. Umur Polytrichum lebih dari setahun. Kapsul spora tegak, gigi peristom
sebanyak 2-64 buah, terdiri dari sel-sel utuh, tidak bergaris-garis dengan
dinding-dinding menebal dan panjang. Daun kecil, dengan lamela membujur di
sisi-sisinya. Susunan daun khas, merupakan bentuk adaptasi terhadap kekurangan
air. Daun terdiri dari beberapa lapis sel, sel-sel lapisan atas mengandung
banyak kloropil, tersusun menurut poros panjang daun dan berfungsi untuk
asimilasi. Di dalamnya terdapat ruang-ruang antar sel yang berfungsi untuk
menyimpan air. Pada waktu kekeringan, daun segera menempel pada batang karena
adanya mekanisme kohesi, sehingga jaringan asimilasi terlindungi dari kehilangan
air yang besar.
Kelas Bryopsida terdiri dari
ordo Archidiales,Polytrichales, Fissidentales, Dicranales, Funariales, Eubryales,
Isobryales,Buxbaumiales, Hyponobryales dan Tetraphidales (Eddy,1988). Polytrichales merupakan lumut yang memiliki
penyebaran yang luas di dunia beberapa yang telah dikenali sebanyak 19 genus
dan lebih kurang 370 spesies (Schofield, 1927).
Polytrichales sp. termasuk divisi
Bryophyta yang sering melimpah di tempat lembab, lumut ini sensitif terhadap
polusi udara, dan di tempat yang mengalami polusi berat mereka sering tidak
tumbuh. Spesies ini memiliki sel pengangkut untuk mengangkut air dan makanan,
baik pada gametofit maupun sporofit. Gametofit membentuk stadium sementara yang
lemah (protonema), mengandung cabang seksual tegak (gametofit berdaun). Cabang
ini tumbuh menjadi individu baru setelah protonema tereduksi. Cabang seksual
dibedakan menjadi daun dan batang, biasanya simetri radial. Alat kelamin
dibentuk dari sel superfisial dorsal batang. Pertumbuhan sporofit terbatas, terdiri
dari kaki, seta dan kapsul atau hanya kaki dan kapsul saja. Jaringan sporogen,
kapsul dibentuk dari endotesium atau amfitesium embryo, kadang-kadang
dikelilingi kolumela (Setyawan, 2000).
Richarclson (1981 at.
Windadri dan Siti, 2005) melaporkan bahwa beberapa jenis anggota dari marga
Polytrichum dimanfaatkan untuk memperindah taman di sekitar pura Saihoji di
kaki Gunung Kornzan di sebelah barat Kyoto. Selain ini Polytrichum digunakan
sebagai indikator terhadap kondisi asam serta memiliki mineral dan unsur hara
yang kaya (Glime dan Saxene, 1991).
Hasil pengamatan
mengenai Polytrichum sp. sesuai
dengan literatur yang telah dijelaskan diatas, terutama mengenai habitat dan
bagian-bagian Polytrichum sp,
sedangkan untuk reproduksi dan manfaat belum diamati secara mendalam.
2.
Marchantia sp.
a.
Gambar
Gambar Hasil Pengamatan
|
Gambar Literatur
|
(Berkeley, 2012)
|
b.
Klasifikasi
Klasifikasi (Kordyanto, 2006):
Kingdom : Plantae
Divisi: Bryophyta
Class: Hepaticae
Ordo: Marchantiales
Family: Marchantiaceae
Genus: Marchantia
Species: Marchantia sp.
c.
Pembahasan
Berdasarkan
hasil identifikasi yang telah kami lakukan mengenai fungi, lumut dan lichen
pada species Marchantia sp. yang
tergolong lumut pada class Hepaticae (lumut hati) di dapatkan bahwa kami
menemukan Marchantia sp. di hutan
yang berada di Cangar, menempel pada bebatuan, lumut ini sering kami jumpai
pada saat melakukan penjelajahan di hutan Cangar. Marchantia sp. memiliki ciri-ciri yaitu tubuh tersusun dari talus
dorsal ventral yang berwarna hijau gelap, pipih, bercabang dikotom, mempunyai
rhizoid pada bagian ventral serta gametofit dan gemma pada bagian dorsalnya.
Rhizoid pada tanaman ini adalah akar semu. Gemma adalah spora yang berbentuk
seperti mangkuk yang terdapat pada bagian tengah lumut pada sisi dorsal. Gemma
ini berfungsi sebagai alat perkembangbiakan secara vegetatif pada Marchantia sp.
Marchantia sp. merupakan kelompok dari kelas Hepaticopsida (lumut hati) yang mempunyai
bentuk tubuh seperti lembaran dan menempel pada permukaan tanah, pohon atau
tebing. Rhizoid dari tanaman ini berfungsi untuk menempel pada substrat dan
menyerap zat-zat makanan. Marchantia sp.
tidak memiliki batang dan daun. Reproduksi secara vegetatif dari tanaman dengan
membentuk gemma (kuncup) dan secara generatifdengan membentuk gamet jantan dan
gamet betina. Marchantia sp. sering
digunakan sebagai indikator daerah yang lembab dan dapat dipakai sebagai obat
hepatitis (Indah, 2009).
Lumut hati yang
tergolong dalam bangsa Marchantiales ini
mempunyai susunan talus yang agal rumit. Sebagai contoh Marchantia polymorpha memiliki talus seperti pipa yang lebarnya
kurang dari 2 cm agak tebal, bercabang-cabang menggarpu dan mempunyai suatu
lekuk di tengah yang tidak begitu jelas menonjol. Pada sisi bawah terdapat
selapis sel-sel yang menyerupai daun yang dinamakan sisik ventral. Selain itu
pada bagian talus terdapat rhizoid-rhizoid yang bersifat fototrofoktif. Gametangium Marchantiales didukung oleh suatu
cabang talus yang tumbuh tegak. Bagian bawah cabang talus ini tergolong
menyerupai suatu tangkai (Jati, 2007).
Lumut hati diperkirakan
mencapai 6.500 speciesyang tergolong dalam kelompok lumut yang berbentuk talus,
talus limut hati berlobus. Lumut hati (Marchantia
sp.) hidup menempel di atas permukaan tanah yang lembab, ditebing yang
basah, atau terapung di atas permikaan air. Marchantia
sp. tidak memiliki batang dan daun. Lumut ini bereproduksi secara vegetatif
yang membentuk kerap, di dalam sporangia beberapa lumut hati sel-selnya
membentuk kumparan yang muncul dari kapsul, ketika kapsul tersebut membuka,
membantu menyebarkan spora (Campbell, 2003).
3.
Anthoceros sp.
a.
Gambar
Gambar Hasil Pengamatan
|
Gambar Literatur
|
|
(Berkeley, 2012)
|
b.
Klasifikasi
Klasifikasi (Kordyanto, 2006):
Kingdom: Plantae
Divisi: Bryophyta
Class: Anthocerotopsida
Ordo: Anthocerotales
Family: Anthocerotceae
Genus: Anthoceros
Species: Anthoceros sp.
c.
Pembahasan
Berdasarkan hasil
identifikasi yang telah kami lakukan mengenai fungi, lumut dan lichen pada
species Anthoceros sp. yang tergolong
lumut pada class Anthocerotopsida (lumut tanduk) di dapatkan bahwa kami
menemukan Anthoceros sp. di hutan
yang berada di Cangar, tepatnya kami menemukan di bebatuan samping sungai
aliran dari Cangar. Berdasarkan hasil pengamatan Anthoceros sp. termasuk dalam
lumut tanduk karena tubuhnya berwarna hijau, mempunyai rhizoid yang berfungsi untuk menempel pada ada
substrat. Pada bagian bawah terdapat gametoft sedangkan bagian atas disebut
sporofit dan juga terdapat involucre. Sporofit nerupakan bagian yang menyerupai
batang yang muncul dari suatu bagian yang disebut invulucre. Involucre
merupakan bagian semacam tabung yang berfungsi untuk melindungi dan memperkokoh
sporofit serta menyalurkan sari-sari makanan dari gametofit ke sporofit.
Gametofit merupakan bagian berbentuk lembaran yang berwarna hijau dan menempel
pada substrat.
Lumut tanduk mirip
dengan lumut hati namun perbedaan terletak pada
sporofitnya yang membentuk kapsul memanjang yang tumbuh seperti tanduk
dan hamparan gametofitnya yang menyerupai keset (Campbell, 2003). Bentuk tubuh
lumut tanduk menyerupai lumut hati yang berbentuk talus yang sporofitnya berupa
kapsul yang memanjang. Sel lumut tanduk hanya mempunyai satu kloropas. Habitat
dari lumut tanduk ini berada di tepi sungai, danau atau sepanjang selokan.
Lumut ini bersama alga dapat membentuk lichen (lumut kerak) yang merupakan
tumbuhan pionir ditempat gersang. Reproduksi generatif pada lumut ini dengan
membentuk gamet jantan dan betina, sama seperti reproduksi generati pada lumut
hati (Indah, 2009).
Tumbuhan lumut
Anthoceros sp. penyebarannya kosmopolitan. Habitatnya berada di tanah liar yang
lembab atau batu-batuan yang sangat lembab dan teduh biasanya tumbuh di
tebing-tebing jalan gunung, sungai atau pinggiran kolam. Talus kecil yang
berwarna hijau gelap atau hijau kekuningan, bentuk tubuh pipih terbagi atas
daerah dorsal dan vebtral. Percabangan talus (lobus dari talus tidak teratur.
Pada permukaan ventral tidak ditemukan dengan adanya sisik, rhizoid bersekat
tidak sempurna, tetapi banyak sekali rhiziod berdinding talus yang berfungsi
sebagai lat menempel pada substrat dan juga sebagai mersorbsi air dan zat hara.
Talus tersusu atas beberapa lapis sel tanpa adanya bagian khusus, tidak ada
diferensiasi jaringan dan sedikit ditemukan spesialisasi sel. Jadi daerah
penyimpan makanan tidak jelas batasnya (Jati, 2007).
D.
Jamur (Fungi)
1.
Volvariella volvacea
a.
Gambar
Gambar Hasil Pengamatan
|
Gambar Literatur
|
||||
|
(Indah, 2009)
|
||||
Keterangan:
1.
Cap
2.
Stalk
|
b.
Klasifikasi
Klasifikasi dari Volvariella volvacea adalah (Suriawiria, 1982):
Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota
Kelas : Agaricomycetes
Ordo : Agaricales
Famili : Pluteaceae
Genus : Volvariella
Spesies : Volvariella volvacea
c.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan dan identifikasi, spesies ini tumbuh di lokasi yang mempunyai suhu 32-38°C dan kelembapan 80-90%
dengan oksigen yang cukup. Jamur ini tidak tahan terhadap cahaya matahari langsung, tetapi tetap membutuhkannya dalam bentuk pancaran tidak langsung.
Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan jamur yang paling di kenal untuk daerah Asia Tenggara,
selain rasanya yang enak, mudah tumbuh pada berbagai macam media tumbuh. Diantara sekian banyak spesies jamur tropika dan sub tropika Volvariella volvacea atau si Jamur Merang merupakan jamur yang
memiliki kandungan gizi yang tidak kalah bila dibandingkan dengan bahan makanan yang lain.
Jamur Merang mengandung berbagai macam asam amino baik asam amino esensial dan asam amino non
esensial. Volvariella volvacea dari namanya di ketahui sebenarnya jamur
yang memiliki volva atau cawan biasanya merupakan jamur
beracun kecuali Jamur Merang. Oleh sebab itulah di Asia khususnya di
Indonesia orang – orang lebih menyukai Jamur Merang dari pada jamur yang tidak beracun lainnya (Sukara,1981).
Diantara sekian banyak jenis jamur yang tumbuh liar
pada musim hujan orang sering sulit membedakan antara jamur yang dapat di
konsumsi dan jamur yang tidak dapat di konsumsi (jamur beracun). Ada beberapa
cara yang dapat di lakukan oleh masyarakat awam untuk membedakan jamur
beracun dengan jamur yang tidak beracun, umumnya jamur beracun
mempunyai warna yang mencolok seperti warna merah darah, hitam legam,
biru tua, atau pun warna–warna yang mencolok lainya. Jamur beracun biasanya
menghasilkan bau yang menusuk hidung, selubung universal yang membentuk cincin dan selubung universal yang
membentuk cawan (volva). Gejala yang biasanya muncul apabila seseorang mengalami keracunan jamur biasanya mual–mual, muntah,
kepala pusing, bahkan akibat yang paling fatal adalah kematian (Suriawiria,
1986).
Menurut Rismunandar (1982),
Jamur Merang (Volvariellavolvacea) merupakan jamur yang paling mudah hidup di dalam berbagai macam media tumbuh,
dapat di tanam di manasaja. Jamur Merang paling mudah dibudidayakan karena jamur
ini memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi terhadap lingkungannya. Sehingga Jamur Merang dapat tumbuh mulai dari benua Asia sampai benua Afrika pada ketinggian tertentu. Pada umumnya
jamur–jamur yang sudah dibudidayakan secara besar–besaran
biasanya di tanam di media tumbuh yang berupa kompos yang sudah jadi. Tetapi
untuk Jamur Merang dapat di tanam di media tumbuh yang
masih berupa limbah–limbah pabrik pertanian yang belum di olah menjadi kompos.
Kandungan protein jamur cukup tinggi, dalam 100 gr
jamur segar terkandung sekitar 3,2 gr protein, jumlah ini akan bertambah menjadi 16 gr jika jamur berada dalam keadaan kering. Selain itu,
jamur juga memiliki kandungan kalsium dan fosfor cukup tinggi, 51 mg dan 223
mg, dan mengandung 105 kj kalori, dengan kandungan lemak rendah, 0,9 gr. (Erlita, 2007).
2. Ganoderma lucidum
a.
Gambar
Gambar Hasil Pengamatan
|
Gambar Literatur
|
|||
Keterangan
:
1. Volva
2.
Miselium
3. Cap
|
(Gunawan, 2000)
|
b.
Klasifikasi
Klasifikasi jamur kayu (Ganoderma lucidum) menurut Iswanto (2009) adalah sebgai berikut:
Ordo : Polyporales
Family
: Ganodermataceae
Genus
: Ganoderma
Spesies
: Ganoderma
lucidum
c.
Pembahasan
Pengamatan yang
dilakukan tentang jamur kayu spesies
Ganoderma lucidum. dapat dilihat secara
kasat mata bagian-bagiannya yaitu bagian bawah tempat melekatnya miselium
disebut volva, bagian tengah misellium, dan
bagian yang pinggir disebut cap. Spesies ini banyak ditemukan menempel
pada kayu, berwarna kuning kecoklatan dan bagian pinggir (cap) berwarna kuning.
Menurut Setyawan (2000), menyatakan bahwa tubuh
buah jamur kayu berbentuk seperti kipas, himenofor membentuk pori-pori, dari
luar tampak berlubang-lubang. Sisi dalam lubang-lubang itu dilapisi himenium.
Tubuh buah dapat berumur beberapa tahun, setiap kali membentuk lapisan
himenofor baru. Umumnya hidup sebagai saprofit.
Jamur kayu bentuknya
seperti sinduk atau alat untuk mengambil sayur. Jenis jamur ini memiliki
tangkai yang menancap ke dalam media atau substrat dengan ukuran panjang antara
3-10 cm. Di ujung tangkai terdapat tubuh buah berbentuk seperti setengah
lingkaran yang melebar dengan garis tengah antara 10-20 cm. Tubuh buah mula-mula
berwarna kekuning-kuningan saat masih muda, yaitu pada umur 1-2 bulan, kemudian
berubah menjadi merah atau cokelat tua. Tubuh buah inilah yang kemudian dipanen
untuk dijadikan bahan baku pembuat obat-obatan jamu (Tambunan, 1989).
Suranto (2002)
menyatakan manfaat jamur kayu untuk kesehatan dan kebugaran tubuh antara lain
memelihara dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap gangguan penyakit,
menjaga dan mempertahankan vitalitas
tubuh sehingga tetap sehat dan segar, meningkatkan dan memelihara metabolisme di
dalam tubuh, memperkuat kerja jantung, memelihara dan meningkatkan gairah
seksual, menurunkan kandungan kanker atau tumor
akibat senyawa karsinogen.
Lingzhi
dapat tumbuh pada pohon-pohon yang tua dan lapuk, atau pohon yang telah mati.
Berbentuk seperti payung tidak sempurna, bertangkai relatif pendek dibandingkan
dengan tubuh buah (payung)-nya yang berdiameter hingga 30 cm. Bentuk payungnya
setengah lingkaran mirip ginjal, dengan ketebalan bervariasi antara 2-5
cm. Kandungan utama lingzhi adalah
protein, polisakarida (ganodelan A, ganodelan B, dan beberapa jenis glukans),
triterpenoid (asam ganodermik, ganodermadiol, dan 110 macam lainnya) yang
strukturnya mirip hormon steroid, juga germanium, ergosterol, coumarin,
mannitol, alkaloid, asam lemak tak jenuh, adenosin, dan berbagai vitamin (B, C,
D) serta mineral (natrium, kalsium, seng, besi, fosfor) (Gunawan, 2000).
Hasil pengamatan
mengenai Ganoderma
lucidum sesuai dengan
literatur yang telah dijelaskan diatas, terutama mengenai habitat dan
bagian-bagian
Ganoderma lucidum, sedangkan untuk
manfaat belum diamati secara mendalam.
3. Tremella fuciformis
a.
Gambar
Gambar Hasil Pengamatan
|
Gambar Literatur
|
|
|
(Berkeley, 2012)
|
|
Keterangan:
1. Cap
|
b.
Klasifikasi
Klasifikasi (Berkeley, 2012):
Kerajaan: Fungi
Division: Basidiomycota
Kelas:
Heterobasidiomycetes
Ordo: Tremellales
Family: Tremellaceae
Genus: Tremella
Species: T. fuciformis
c.
Pembahasan
Jamur kuping putih
(Tremella fuciformis) adalah salah satu spesies dari kelas Heterobasidiomycetes
(jelly fungi) dengan tubuh buah seperti berbentuk rumbai-rumbai tidak
beraturan, berwarna putih dan sangat bening seperti agar-agar. Struktur
talusnya lembut, sedangkan susunan capnya bening, lunak, berlendir dan
berbebtuk seperti kuping. Ditemukan melekat pada kayu yang lapuk, dan berada
pada daerah yang lembab. Bagian bagian pada jamur ini yaitu cap, lamella, dan
stalk yang ukurannya pendek.
Siklus hidup jamur
kuping seperti halnya jamur tiram maupun shiitake meliputi; tubuh buah sudah
tua menghasilkan spora yang berbentuk kecil, ringan dan berjumlah banyak.
Selanjutnya spora tersebut jatuh pada tempat yang sesuai dengan persyaratan
hisupnya seperti kayu mati atau bahan berselulosa dan dalam kondisi lembab,
maka Spora tersebut akan berkecambah membentuk miselia (Latifah, 2004).
Jamur kuping merupakan
salah satu konsumsi jamur yang memiliki sifat saat dikeringkan lama, kemudian
direndam dengan air dalam waktu relatif singkat akan kembali seperti bentuk dan
ukuran segarnya. Jamur kuping telah dijadikan sebagai bahan berbagai masakan
seperti Sayur kimlo, nasi goreng jamur, tauco jamur, sukiyaki, dan bakmi jamur
dengan rasa yang lezat dan tekstur lunak yang terasa segar dan kering (Latifah,
2004).
Agrobisnis jamur
memiliki prospek cerah untuk dikembangkan ke skala agroindustri dikarenakan
agroindustri ini tidak menggunakan lahan yang tidak terlalu luas, bahan baku
untuk penanaman jamur dalam bentuk limbah seperti serbuk gergaji, bekatul,
serpihan kayu, waktu tanam dari bibit hingga pemanenean sangat singkat, harga
jual jamur tinggi, dan aspek nilia gizi tinggi untuk kesehatan dan pengobatan.
Selain aman dikonsumsi, bersifat non kolesterol, dan berkhasiat sebagai obat
dan penawar racun yang dihasilkan dari lendir jamur kuping (Aslan, 1991).
Dari segi gastronomik
ataupun organoleptik (rasa, aroma dan penampilan), jamur kuping kurang menarik
bila dihidangkan sebagai bahan makanan. Namun jamur kuping sudah dikenal dekat
sebagai bahan makanan yang memiliki khasiat sebagai obat dan penawar racun (Aslan,
1991).
Lendir yang dihasilkan jamur kuping selama dimasak dapat menjadi pengental.
Lendir jamur kuping dapat menonaktifkan atau menetralkan kolesterol. Jamur
kuping dapat dibedakan berdasarkan bentuk, ketebalan, dan warnanya. Jamur
kuping yang mempunyai bentuk tubuh buah kecil (sering disebut jamur kuping
tikus) digemari oleh konsumen karena waranya lebih muda, dan rasanya sesuai
dengan selera. Jamur kuping yang tubuh buahnya melebar (jamur kuping gajah)
rasanya sedikit kenyal atau alot sehingga kurang disenangi karena harus diiris
kecil-kecil bila akan dimasak (Aslan, 1991).
Jamur kuping selain
untuk ramuan makanan juga unuk pengobatan. Untuk mengurangi panas dalam,
mengurangi rasa sakit pada kulit akibat luka bakar (Aslan, 1991).
4. Ganoderma sp.
a.
Gambar
Gambar Hasil Pengamatan
|
Gambar Literatur
|
||||
|
(Berkeley, 2012)
|
||||
Keterangan:
1.
Cap
2.
Vulva
|
b.
Klasifikasi
Klasifikasi (Berkeley,
2012):
Kerajaan: Fungi
Division: Basidiomycota
Kelas: Homobasidiomycetes
Ordo: Polyporales
Famili: Ganodermataceae
Genus: Ganoderma
Spesies: Ganoderma sp.
c.
Pembahasan
Berdasarkan hasil
pengamatan di lokasi cangar telah ditemukan salah satu dari jamur kayu yaitu Ganoderma
sp dengan cirri-ciri bentuknya tidak teratur, melekat pada batang kayu yang
telah lapuk dan berada pada tempat yang lembab, warnanya bagian tepi cokelat,
semakin ke batang stalk semakin hitam dan kecokelatan. strukturnya kaku, pada
permukaannya tidak rata, termasuk jamur basidio dan memiliki bagian-bagian cap
dan vulva. Cap: 5-30 cm: pada awalnya tidak teratur menonjol atau
memanjang, tetapi dengan jatuh tempo kurang lebih berbentuk kipas, dengan
permukaan, mengkilap dipernis sering kasar diatur dalam kental "zona",
merah sampai coklat kemerahan saat dewasa, ketika muda sering dengan zona
kuning cerah dan putih menuju margin, kadang-kadang dengan tints kebiruan
(Edmondson, 1972).
Permukaan Pori: Putih,
menjadi kecoklatan suram di usia, biasanya memar coklat, dengan 4-6 kecil
(hampir tak terlihat dengan mata telanjang) melingkar pori-pori per mm, tabung
sampai 2 cm (Edmondson, 1972). Stem: Kadang-kadang tidak ada, tetapi lebih
sering hadir, 3-14 cm panjang, sampai dengan 3 cm tebal; bengkok, sama atau
tidak teratur, dipernis dan berwarna seperti topi, sering khas miring menjauh
dari satu sisi tutup (Edmondson, 1972). Daging: Keputihan, cukup lembut ketika
muda, tapi segera tangguh (Edmondson, 1972).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dalam studi lapangan keanekaragaman lichen, lumut, dan
fungi yang berhabitat di kawasan Taman
Hutan Raya R. Soeryo Cangar Batu Malang adalah dapat
dikatakan masih cukup banyak, bagus dan sangat beragam. Dibuktikan dengan
melimpahnya spesies dari lumut, fungi dan lichen yang telah dibahas di atas.
Dan dari studi lapangan tersebut mahasiswa Biologi angkatan 2011 menemukan
banyak sekali spesies dari lichen, lumut, dan
fungi. Baik spesies yang sudah diketahui namanya atau spesies baru yang belum diketahui namanya.
4.2 Saran
Diharapkan studi
lapangan berikutnya yaitu harus lebih baik dari yang sekarang, baik dari segi sarana dan prasarana harus
lebih diperhatikan. Efisiensi waktu perlu diperhatikan agar dapat melakukan
studi lapangan dengan benar, optimal dan mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Aslan, L. M.
1991. Budidaya Jamur. Yogyakarta:
Kanisius
Campbel. 2003. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga
Eddy, A. 1988. A Handbook of
Malesiean Mosess Vol.1. British Museum
Edmondson.1972
.Freshwater Biology.Mc Graw-Hill
Book Company. New York Glime, J.M and Saxena,D. 2007.
Uses of Bryophytes. New Delhi:
Jawahar Offset Press
Gunawan, A.W. 2000. Usaha Pembibitan
Jamur. Jakarta: Penebar Swadaya
Indah, N. 2009. Taksonomi
Tumbuhan Tingkat Rendah (Schyzophyta,Thallophyta, Bryophyta, Pteridophyta).
Jurusan Biologi FP MIPA Institut Keguruan Ilmu Pendidikan PGRI Jember
Karmana.1987. Biologi . Bandung:
Ganeca Exact
Kordyanto. 2006. Biologi I. Jakarta: PT Gelora Aksara
Latifah, Eva. 2004. Biologi 2. Bandung: RemajaRosdakarya
Loveless, A.R. 1989.Prinsip-prinsipBiologiTumbuhanuntuk Daerah
Tropik 2. Jakarta: PT Gramedia
Muspiroh, Novyanti.
2010. Buku Panduan Praktikum Taksonomi
Tumbuhan I (Cryptogamae). Cirebon : Pusat
Laboratorium IAIN Syakh Nurjati
Sabariah, Sukiman.
2000. Biologi. Bandung: Grafindo
Schofield, W.B. 1927. Introduction to Bryology. Columbia:
Departemen of Botany Unversity of British Columbi
Selamet, Sumurat Jail.
2004. Kesehatan Lingkungan. Bandung: UGM Press
Setiowati, Jati Wijaya.
2007. Biologi Interaktif. Jakarta:
Azka Press
Setyawan, Ahmad Dwi.
2000. Petunjuk Praktikum Tumbuhan Rendah
I (Cryptogamae). Surakarta: UNS
Suhono, Budi. 2012. Ensiklopedia
Biologi Dunia Tumbuhan Runjung Dan Jamur. Jakarta: Lentera Abadi
Sulisetijono. 2009. Fungi.
Malang: UIN Press
Suranto. 2002. Budidaya Jamur Kayu. Jakarta: Agromedia
Pustaka
Tambunan,B. 1989. Deterotasi Kayu oleh fakultas Biology.
Bogor: IPB
Tjitrisoepomo, Gembong.
2006. TaksonomiTumbuhan. Yogyakarta: UGM Press
Yurnaliza. 2002. Lichenes
(Karakteristik, Klasifikasi Dan Kegunaan). Jurusan Biologi Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar